Ruang Tunggu Pagi
Kaki-kaki murung gemetar di ruang tunggu pagi
Menjejakkan debu-debu rindu menghempas malam tadi
Hanya mampir sejenak, lalu pulang menguap bersama kadung
perawan suci
Kembalilah nak, udara takkan lagi ramah membelai jantung
ringkih punyamu
Kuda-kuda terikat bersama pedati mati
Meringkik liar, mencari betina paling birahi
Terhalang kawat-kawat yang melarang persetubuhan cawan suci
Namun tak ada kata mundur dalam dirinya, berkatalah si kuda
dengan ringkikan lancang
Ia tetap berlari, meski darah terus mengejar langkahnya
Pagi tak kembali, siang tak menemani
Bukanlah jaminan menuju seberang tanpa jurang yang mencium
kening malaikat kematian
Biarkan aku yang tak mau tahu bagaimana raut mentari di hari
senin yang rahasia
Mega, bayu, hiburlah kawanmu yang tiba-tiba gelisah menunggu
purnama yang tak pernah lewat menyapanya
Dan ku tak pernah mengerti apa yang terjadi di balik
lazuardi
Suasana senang, sedih, atau berkabung ?
Siapapun disini, kemarilah!
Seretlah jasad ini ke sudut permai bumi, biar jiwaku kembali
utuh tanpa celah
Biar kata yang tak pernah disuarakan ini terpajang di tembok
pembatas maya dan nyata
Bawakan aku obor!
Bakarlah rumahmu yang penuh lacur dunia, lalu bangun kembali
dengan fondasi cahaya
Saksikanlah kemarahan yang menjadi penggerak dunia!
Patung yang mengira dirinya sebagai pengendali;
dirinya dikendalikan oleh benang yang melilit tangan dan
kaki
Kita semua kosong tanpa isi!
Komentar
Posting Komentar