Masihkah?
06:42, Kam 02-42015
Masihkah jemariku mampu menampung tetesan rindu?
Selaksa hujan membasahi punggung bukit gersang
Tanah masih rela tercabik dan kerontang demi bibit-bibit nurani
Mendamba dewi suci menurunkan permata kehidupan,meski entah kapan
Masihkah hujan membawa deja vu masa lalu?
Sesungguhnya hujan tidaklah menurunkan air semata
Namun lebih dari itu, hujan selalu mnampakkan remidi kenangan yang pupus
Persetan dengan semua, yang pening semua telah berlalu dan takkan meminta diulang
Masihkah hidup seperti pendapat Engels?
Bahwa dunia adalah sintesis dari positif dan negatif
Dimana dunia adalah produk post-modernisme, dan kita hanyalh pion yang hanya bisa maju
Kita adalah mdel dari demoralisasi yang kebablasan
Masihkah negeri kita kekal dalam duli feodalisme?
Dimana semua haruslah sama, dan yang berbeda harus tiada
Apakah revolusi mental itu ada?
Ataukah cuma slogan-slogan kosong yang digembar-gemborkan kaum langit kepada kita yang tak bisa apa-apa
Masihkah pemuda seumuranku punya yang namanya idealisme?
Tuan Tan Malaka pernah berujar kalau idealisme adalah kemewahan para pemuda
Serta mendiang Gie yang mengajarkan kita cara membuka pikiran dan memperjuangkan kebenaran
Ataukah semua hanya mimpi, terkubur jauh dalam ironi
Masihkah kita bisa tidur nyenyak malam ini?
Sementara disana saudara kita tubuhnya diberondong bedil kaum keji nan munafik
Darah mereka mengalir jauh, memenuhi tangki ambisi para penghancur yang berlindung dibawah panj-panji kebaikan
Tulang-tulang mereka berserakan, teronggok bak sampah yang teronggok, terbuang jauh tanpa bekas
Masihkah kita menghamba pada sang waktu?
Kita tanpa sadar menjadi budak dunia
Kita berlomba-lomba mencari kemewahan, membangun kejayaan diatas fondasi humanisme yang telah bobrok
Ada sebagian kita yang mati kekenyangan, dan ada juga sebagian yang mati kelaparan
Masihkah kita hidup dalam dialektika palsu?
Diembuskan bak angin surgawi oleh para penguasa, untuk menghibur kita yang kepanasan
Panas melihat ketidakadilan
Panas mendengar umpatan kotor saling menghujat sesama
Masihkah kita akan hidup seperti ini?
Ataukah kita akan mengubah keadaan ?
Ataukah kita akan menyalakan lilin untuk menerangi langkah para pejuang waktu?
Semuanya takkan bisa berubah kawanku, jika kita hanya diam saja
Jadi UBAHLAH dengan TANGAN KITA SENDIRI
Masihkah?
Masihkah jemariku mampu menampung tetesan rindu?
Selaksa hujan membasahi punggung bukit gersang
Tanah masih rela tercabik dan kerontang demi bibit-bibit nurani
Mendamba dewi suci menurunkan permata kehidupan,meski entah kapan
Masihkah hujan membawa deja vu masa lalu?
Sesungguhnya hujan tidaklah menurunkan air semata
Namun lebih dari itu, hujan selalu mnampakkan remidi kenangan yang pupus
Persetan dengan semua, yang pening semua telah berlalu dan takkan meminta diulang
Masihkah hidup seperti pendapat Engels?
Bahwa dunia adalah sintesis dari positif dan negatif
Dimana dunia adalah produk post-modernisme, dan kita hanyalh pion yang hanya bisa maju
Kita adalah mdel dari demoralisasi yang kebablasan
Masihkah negeri kita kekal dalam duli feodalisme?
Dimana semua haruslah sama, dan yang berbeda harus tiada
Apakah revolusi mental itu ada?
Ataukah cuma slogan-slogan kosong yang digembar-gemborkan kaum langit kepada kita yang tak bisa apa-apa
Masihkah pemuda seumuranku punya yang namanya idealisme?
Tuan Tan Malaka pernah berujar kalau idealisme adalah kemewahan para pemuda
Serta mendiang Gie yang mengajarkan kita cara membuka pikiran dan memperjuangkan kebenaran
Ataukah semua hanya mimpi, terkubur jauh dalam ironi
Masihkah kita bisa tidur nyenyak malam ini?
Sementara disana saudara kita tubuhnya diberondong bedil kaum keji nan munafik
Darah mereka mengalir jauh, memenuhi tangki ambisi para penghancur yang berlindung dibawah panj-panji kebaikan
Tulang-tulang mereka berserakan, teronggok bak sampah yang teronggok, terbuang jauh tanpa bekas
Masihkah kita menghamba pada sang waktu?
Kita tanpa sadar menjadi budak dunia
Kita berlomba-lomba mencari kemewahan, membangun kejayaan diatas fondasi humanisme yang telah bobrok
Ada sebagian kita yang mati kekenyangan, dan ada juga sebagian yang mati kelaparan
Masihkah kita hidup dalam dialektika palsu?
Diembuskan bak angin surgawi oleh para penguasa, untuk menghibur kita yang kepanasan
Panas melihat ketidakadilan
Panas mendengar umpatan kotor saling menghujat sesama
Masihkah kita akan hidup seperti ini?
Ataukah kita akan mengubah keadaan ?
Ataukah kita akan menyalakan lilin untuk menerangi langkah para pejuang waktu?
Semuanya takkan bisa berubah kawanku, jika kita hanya diam saja
Jadi UBAHLAH dengan TANGAN KITA SENDIRI
Komentar
Posting Komentar