Pertanyaan Malam

sumber youtube.com


Mengapa kita menanyakan hal yang terlampau jauh dilalui?

Mengapa kita sembrono menjawab pertanyaan yang tak seekor bintang pun mau menjawabnya?
Pertanyaan sederhana ,“sanggupkah kau menyalakan lentera dalam semesta yang padam?”

Jawabannya tak sesederhana itu
Aku, kau, bahkan kita semua masih mencarinya

Kita semua adalah pewaris ketidakbecusan Adam menjaga nafsunya
Setiap malam, pasti ada sekerat harapan dan setumpuk doa dilarung dalam samudera Pencipta

Jangan lupakan pula raungan para perindu surge
Surga eden, surga firdaus, entahlah apa namanya

Namun ada juga yang berkerabat kental dengan yang tercipta dari api
Merangkul pundak bersama, menjauhi jalan lurus milik-Nya

Lalu sekarang, dengan kata apa kita menjawab pertanyaan sang Widhi?
Apakah mesti menetak bukit dengan pujian? Apakah mesti menggalibkan yang ghaib?

Akulah sang pendosa!
Mencabik-Mu dengan amarah, mencuci kesucianmu dengan darah yang alpa

Akulah setengah cahaya dan api menyala!
Kadang terbakar siang, kadang membakar malam

Bagaimana mungkin aku dapat menyebar bahasa kehadiran-Mu?
Sementara mulutku bisu, ragaku kaku ; Tuna dari segala tuna!

Bagaimana mungkin batu kali buangan menjadi sebongkah permata?
Sementara tak kuat menahan terpaan panas dan lahar kaldera Mahameru

Bagaimana mungkin kita dapat menggagahi masa tanpa terserok arus waktu?
Sementara kita hanya meratapi masa sore dan kalang kabut menatap fajar esok hari

Macan bisa mengaum, kambing bisa mengembik?
Lantas kita bisa apa?

Mengapa karena selisih kata dapat berujung putusnya nyawa?
Ah, kita terlampau angkuh dan sok meraja

Apakah kita berseru mampu menyelamatkan semua jiwa?
Sedang yang kelaparan dan yang tertodong senjata justru kita menutup mata

Mengapa kita mengaku senantiasa bermandikan air surga?
Sedang kolam dosa menyalak merayu nama kita selalu

Semuanya bermuara kepada satu,
Siapakah kita sebenarnya?

Apakah kita hanya sebatas catur berhiaskan kama?
Apakah justru kita berkehendak tanpa arahan yang terarah?

Namun kutahu akhirnya, semua tak padu, semuanya semu
Kita hanya tertutup topeng bernama kekuatan, memandang dari sekotak diorama bikinan Sang Pencipta

Kita memandang semuanya dari kosong, ada dan kembali kosong
Sungguhpun, milik kita hanya delusi dan ketidakmampuan


Jakarta, 9 Mei 2016



Komentar

Postingan Populer