Sajak Penafsiran
05:00pm,
Sel 02-06-2015
Sajak Penafsiran
Tanah
kering yang jadi selimut bumi dan raut bulan yang pasi
harusnya
jadi isyarat yang mudah terkilas bagimu.
Narasi
hujan yang gemuruh semalam harusnya jadi latar suara kisah kita.
Padi
yang mulai menguning permai di dekat rumahku harusnya jadi panggung pentas
kita.
Langit
yang membiru dan bisu harusnya jadi atap kita.
Ya
memang telah lama aku seperti ini, pun demikian layaknya dirimu.
Kita
bisa saling mengasihi karena memang Ia menghendaki.
Awan
akan selalu menggumpal dan mengawang di atas sana.
Layaknya
perasaan yang bergabung dan melambung dalam dada kita.
Namun,
rasa yang kita miliki tak layak melebihi kasih kita untukNya
Karena
memang kita dan seluruh alam sekalian diciptakan untuk berlomba mencintaiNya,
hingga
rasa itu mengalir dalam darah yang menggerakan budi kita.
Aku
ingin masuk dalam alam dan menanggalkan semuanya,
agar
aku bisa lebih menghayati apa maunya sang Segala.
Aku
ingin badai menembus kulitku yang ringkih, agar aku bisa memahami isyarat
pencipta.
Aku
sadar mengapa Tuhan memberikan singgasana dunia untuk kita,
bukan
kepada binatang apalagi pohon yang menjulang.
Karena
Tuhan adalah maha cinta, sebagaimana asmanya yang seratus dikurang satu itu.
Karena
Tuhan ingin kita mencicipi cinta,
agar
kita merasa bahwa Tuhan juga mencintai kita dengan tulus.
Ribuan
bukit dhratakan dan limpahan air yang dibendung.
Semata-mata
adalah bentuk kasihNya,
agar
kita tak dihampiri dahaga yang mencekat kerongkongan kita.
Tak
kurasa hari telah petang,
sampai-sampai
suara azan datang dan menyuruhku lekas pulang.
Komentar
Posting Komentar